Pada saat berlangsung pembangunan
Masjid Agung Purworejo, RAA Cokronegoro I masih bertempat tinggal di rumah
pendopo yang lama. Yaitu rumah yang semula jadi Katemenggungan Brengkelan (Tanggung). Karena kayu jati Pendhowo jumlahnya
sangat banyak, maka setelah selesai pembangunan Masjid Agung kemudian kayu-kayu
tersebut digunakan untuk membangun Pendopo Kabupaten.
Berdasarkan naskah Bappeda Purworejo, Pendopo Kabupaten dibangun tahun 1840. Setelah Pendopo Kabupaten
dibangun, rumah pendopo yang lama diwariskan kepada menantunya dan kemudian di
pindah ke Kampung Suronegaran. Pendopo Kabupaten yang lama kini bisa dilihat di
Hotel Suronegaran Purworejo.
Tentu saja setelah sebelumnya
dilakukan perbaikan lantaran pendopo tersebut sempat terbekelai puluhan tahun
tidak terurus. Pendopo lama yang berukuran 12 X 12 dan berbentuk joglo tersebut
juga terbuat dari kayu jati, hanya saja tidak jelas asal usul kayu jati itu. Joglo
Pendopo Kabupaten Purworejo memang mirip dengan bangunan Pendopo Kraton
Surakarta. Berdiri diatas tanah seluas 240 x 260 meter.
Letaknya berada di sebelah utara
alun-alun, dengan orientasi arah selatan. Sebelah depan berhalaman luas,
dibatasi pagar tembok setengah dinding dengan gapura joglo ditengahnya. Secara
umum bangunan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan pendopo dengan
bangtunan induk yang dihubungkan dengan selasar atau galery.
Pendopo kabupaten Purworejo merupakan bangunan
terbuka tanpa dinding. Saat sekarang atap joglo sudah ditutup dengan genteng plenthong
kodhok. Lantainya cukup tinggi dibanding tanah dengan tiga trap undhakan dan
sudah dipasang tegel. Atap utama ditopang oleh empat soko guru, 12 soko rowo
dan 20 sosko emper dari kayu jati persegi serta soko goco yang terbuat dari
besi. Siko guru dihiasi dengan ornamen warna emas, berdiri diatas umpak batu
dengan mustaka melebar yang dihiasi dengan motif daun.
Baik soko emper maupun soko rowo
dihubungkan dengan balok gantung. Pada pertemuan soko rowo dan murplat dihiasi
ornamen yang sekarang dicat warna emas. Pada sisi utara dan sebagian sisi timur
serta barat terdapat pagar kayu berornamen. Bangunan induk atau rumah dinas
bupati, merupakan bangunan tempat tinggal bupati. Bangunan ini dihubungkan
dengan selasar, atap pelana ditutup dengan genteng yang ditopang dengan empat
buah kolom kayu persegi.
Bangunan induk bentuknya persegi
panjang dengan atap limasan majemuk. Bangunan induk dibatasi dinding tembok.
Rumah dinas bupati mempunyai arti filosofis Kraton Surakarta. Sumbu imaginer “utara-selatan” menghadap
selatan berarti menghadap Laut Kidul tempat bersemayamnya Nyai Roro Kidul yang
dipercaya orang Jawa sebagai penguasa Laut Kidul.
Selain itu dengan menghadap
selatan supaya tidak membelakangi Kraton Surakarta. Integritas langgam
merupakan perpaduan antara gaya tradisional
dengan gaya Indsche Architecture.
Menurut sejarah politik, pada
masa itu sudah terjadi pergeseran pola tata kuno yang dikembangkan oleh
kerajaan. Terjadinya pergeseran karena adanya kepentingan kerajaan dan
kepentingan kolonial.
Kediaman penguasa kolonial berada di sebelah selatan
alun-alun menghadap utara. Sementara penguasa kerajaan di sebelah utara
alun-alun menghadap selatan. Posisi tersebut bertujuan agar penguasa kolonial
selalu bisa melakukan kontrol terhadap penguasa kerajaan. Pendhopo yang
dibangun oleh Cokronegoro I itu kemudian dipugar oleh Cokronegoro II pada tahun
1891 sampai 1892. Hal itu ditunjukkan dengan candra sengkala : Wiku Wiwara Sarira Tunggal (1891) dan
selesai dengan candra sengkala Nambah
Trus Murti Ningrat (1892). Sampai sekarang Pendopo Kabupaten Purworejo
warisan Cokronegoro I tersebut masih berdiri kokoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar