wong purworejo
Jejak Langkah Cokronegoro
Kamis, 23 Februari 2012
Rabu, 22 Februari 2012
Lebih Dekat Dengan Haji Raden Budi Sarjono, BRE
Haji Raden (HR) Budi Sarjono
adalah trah keluarga besar Singowijayan. Sejak tahun 1987 HR Budi Sarjono
dipercaya sebagai Ketua Pemelihara Makam para leluhur. Baik Makam Bulus Hadi
Purwo, Makam Kayu Lawang, maupun Makam Raden Bei Singowijoyo di Desa Bragolan.
Semua makam tersebut berada di
Kabupaten Purworejo. Sementara di Semarang, semenjak tahun 1986 juga dipercaya
sebagai Ketua Paguyuban Trah Singowijayan Kodya Semarang sampai sekarang. HR
Budi Sarjono merupakan putra ke dua dari keluarga Raden Sukarso.
Dalam silsilah keluarga masih canggah RAA
Cokronegoro I dan Raden Tumenggung Prawironagoro. HR Budi Sarjono BRE lahir di
Temanggung tanggal 6 Nopember 1936, waktu itu ayahnya bertugas menjadi Mantri
Kabupaten Temanggung. Tahun 1950, HR Budi Sarjono lulus Sekolah Rakyat (SR) di
Tegal karena waktu itu ayahnya bertugas di Tegal.
Tahun 1954 lulus SMP Taman Siswa
di Jakarta dan lulus STM Negeri I Pembangunan tahun 1958 di Semarang. Setamat
dari STM HR Budi Sarjono BRE melanjutkan ke Akademi Pekerjaan Umum di Bandung
dan seselesai tahun 1962. Pada tahun 1963 HR Budi Sarjono BRE bekerja di Dinas
Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Barat.
Tahun 1964 sampai 1968 menjabat
sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Sanggau, Kalimantan Barat. Tahun 1972
hingga tahun 1975 sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Singkawang,
Kalimantan Barat. Tahun 1975 sampai tahun 1976 Dinas PU Bagian Jalan dan
Jembatan. Tahun 1976 sampai tahun 1985 menjabat sebagai Kepala Seksi
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan di Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah di
Semarang.
Tahun 1985 sampai 1986 menjabat
Kepala Bagian Jembatan dan Jalan di Binamarga Pati. Tahun 1986 sampai tahun
1992 menjabat sebagai Kepala Sub, Dinas
Pekerjaan Umum Binamarga Kedu Selatan di Kutoarjo. Tahun 1993 HR Budi Sarjono
BRE pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Setelah pensiun, HR Budi Sarjono
BRE menekuni dunia usaha dengan mendirikan Hotel Suronegaran. Hotel Suronegaran
dibangun diatas tanah warisan dengan memanfaatkan bekas bagunan pendopo
Kabupaten Purworejo warisan dari RAA Cokronegoro I atau Bupati Purworejo I.
Di Hotel Suronegaran yang terletak di Jl Urip Sumoharjo No 47 Telp (0275) 322076 bangunan bekas pendopo
yang diperkirakan umurnya sudah 200 tahun tersebut masih terlihat kokoh.
Sebagai pengusaha hotel, tahun 1993 HR Budi Sarjono BRE kemudian masuk menjadi
anggota PHRI (Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia).
Kemudian pada tahun 1996 sampai
tahun 2000 menjadi Wakil Ketua BPC PHRI Kabupaten Purworejo. Setelah itu tahun
2000 sampai 2003 menjadi Ketua BPC PHRI Kabupaten Purworejo. Tahun 2003 hingga
sekarang HR Budi Sarjon BRE masih menjabat sebagai Ketua BPC PHRI Kabupaten
Purworejo dan Korwil (Koordinator Wilayah) V Kedu. HR Budi sarjono BRE menikah
dengan HJ, Siti Juwaidah dan dikaruniai Lima anak. Yakni Ir, R. Ay Herlian
Primayanti BP, R. Dwiharyanto Budi P, SE, Ir. R. Triyadi Budi Harto, R. Budi
Haryono SH, dan R. Bambang Budi Prayudi, S,Comp.
Ide dan alasan pembuatan blog ini
untuk menyatukan keluarga atau Trah Singowijayan yang tersebar di berbagai
daerah bahkan mancanegara. Karena itu melalui website ini nantinya para anggota
keluarga atau trah bisa mengetahui jika salah seorang putra R.B. Singowijoyo
yang bernama Raden Ngabei Rekso Diwiryo atau KRT Cokro Joyo atau RAA
Cokronegoro I adalah pendiri Kabupaten Purworejo.
Almarhum yang memberi nama
Purworejo dan beliau sekaligus bupati pertama Kabupaten Purworejo. Harapanya,
website ini bisa menjadi dokumentasi keluarga Trah Singowijayan dimanapun
berada. Sementara bagi masyarakat umum diharapkan mampu menjadi gambaran apa
yang sebenarnya pernah terjadi di Kabupaten Purworejo pada masa lalu.
Tak perlu ada penghargaan
terhadap leluhurnya. Sejarah sudah memberi harga tersendiri. Harga yang sangat
mahal berkat perjuangan kerasnya di masa hidup lamarhum. Hasil karya
Cokronegoro I sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Hal itu
merupakan kebanggaan tersendiri bagi Trah Singowijayan.
Sekedar catatan dalam lembar
kertas bisa terhapus, sekedar keputusan bisa berubah. Tetapi karya monumental
tetap berdiri tegak dan karya-karyanya itu tetap dimanfaatkan orang banyak.
Semoga website ini bisa menjadi dokumentasi bagi anggota Trah Singowijayan dan
bagi siapa saja yang mau dan ingin mengerti mengenai kebenaran sejarah.
Bangunan-Bangunan Bersejarah Yang Dibuat Selama Masa Pemerintahaan RAA Cokronagoro I sampai RAA Cokronagoro IV 1831 – 1919
Disamping bangunan bersejarah
hasil karya Cokronagoro I seperti Pendhopo dan Rumah Dinas Bupati Purworejo,
Masjid Agung atau Masjid Darul Muttaqin, Bedhug Pendhowo atau Bedhug Kyai
Bagelen, dan Salran Irigasi Kedung Putri, ternyata masih banyak bangunan lainya
yang diprakarsai bupati maupun institusi lain yang dibangun di Purworejo selama
periode pemerintahaan Keluarga Cokronagoro. Banguan tersebut adalah :
1. Sekolah
Inlandsche School, yaitu sekolah
khusus untuk orang pribumi yang dibangun pada tahun 1825 terletak di sebelah timur alun-alun Purworejo. Setelah sekolah
itu didirikan ternyata banyak peminatnya sehingga dibagi menjadi dua
sekolahaan. Sekolah itu kemudian bernama konroliran dengan mata pelajaran yang
diajarkan meliputi Ilmu Buni, Ilmu Ukur,berhitung dan menulis Jawa. Sekolah
tersebut sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri Purworejo 1 dan 2. Terletak di
Kampung Plaosan atau tepatnya di JL. Urip Sumoharjo 18.
2. Sekolah
ELS (Europesche Lagere School).
Sekolah ini khusus untuk anak Eropa, utamanya Belanda. Didirikan pada tahun 1917 terletak 500 meter ke arah timur
dari alun-alun Purworejo atau tepatnya sekarang di JL A. Yani. Bangunan sekolah
tersebut berdiri di atas tanah seluas 6.500 meter persegi. Pada tanggal 17 Agustus 1946, atau setahun setelah
Indonesia merdeka sekolah tersebut ditutup. Namun pada tanggal 1 September 1947 tempat itu digunakan
lagi untuk kegiatan pendidikan dan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sekarang sekolah tersebut menjadi SMP
Negeri 2 Purworejo yang terletak di JL A. Yani No. 6.
3. Pada
tahun 1919, Yayasan PSSK (Perkumpulan
Sekolah-Sekolah Kristen) mendirikan bangunan sekolah yang jaraknya juga
sekitar 500 meter dari alun-alun Purworejo sebelah utara. Sekolah yang
didirikan PSSK adalah MULO (Meer
Ultgebreld Lager Onderwijs). Yaitu sekolah setingkat SMP dengan
pengantar menggunakan Bahasa Belanda.
Ketika Jepang masuk (1942) sampai 1949, sekolah tersebut dikosongkan. Setelah
itu dibukla lagi menjadi SGB (Sekolah
Guru Bantu), setingkat SMP tapi khusus dipersiapkan untuk menjadi guru.
Sejak tahun 1961 berubah menjadi SMP hingga sekarang. Setelah aemua aset milik
Yayasan PSSK dibeli pemerintah Kabupaten, sekolah tersebut kini menjadi SMP Negeri 4 Purworejo yang terletak di
JL. Urip Sumoharjo No. 62.
4. Sekolah
HKS (Hooger Kweek School), yaitu
sekolah persiapan menjadi guru. HKS hanya berlangsung sampai tahun 1928. Dari
tahun 1942-1945 menjadi Sekolah Pendidikan Negeri Jaman Belanda. 1945-1949
menjadi Sekolah Pendidikan Negeri Jaman Jepang. 1950-1961 menjadi SGB (Sekolah
Guru Bantu). 1958-1968 menjadi SGA (Sekolah Guru Atas). 1968-1991 menjadi SPG
(Sekolah Pendidikan Guru). Mulai tahun 1991 sampai sekarang menjadi SMA
(Sekolah Menengah Atas). Sekarang sekolah tersebut bernama SMA Negeri 7 Purworejo yang tereletak di JL. Mangunsarkoro No. 1.
5. Rumah
Sakit untuk militer (Militair Hospital)
yang dulu dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Rumah Sakit ini hanya untuk
keluarga militer saja. Sekarang Miltair Hospital menjadi Rumah Sakit DKT (Dinas Kesehatan Tentara) yang terletak di JL
Letjend Suparto
6. Asrama Kedung Kebo, dibangun tahun 1829 sebagai benteng Belanda dalam
menghadapi perjuangan Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1848 sampai 1859 pernah
dijadikan tempat pendidikan militer atau Sekolah
Militer. Tetapi akibat hujan deras benteng itu runtuh sehingga Sekolah
Militer dipindah ke Gombong (Kebumen).
Pada tahun 1917 benteng tersebut diperbaiki. Sekarang benteng tersebut menjadi Kompleks Asrama Yonif 412 Raider Kostrad yang
terletak di JL. Kesatrian.
7. Pasar Baledono, dibangun pada tahun 1910. Pasar tradisional tersebut sangat diminati oleh etnis Cina. Pasar Baledono menjadi pusat perdagangan terbesar di Purworejo. Pasar Baledono terletak di Kelurahaan Baledono, Kecamatan Purworejo atau di JL. A.Yani.
Makam Bulus Hadi Purwo
Makam Bulus Hadi Purwo terletak
di Dukuh Bulus Krajan, Desa Bulus,
Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Berjarak sekitar lima kilometer dari
pusat kota Purworejo. Komplek Makam Bulus Hadi Purwo merupakan salah satu
bangunan bersejarah yang hingga kini masih dijaga kelestariannya. Makam ini
sering diziarahi oleh para petinggi
Kabupaten Purworejo.
Sayangnya para pejabat tersebut
sangat naif sehingga tidak mengakui bahwa jasad yang disemayamkan di makam itu
adalah leluhur yang membangun Purworejo. Di komplek makam ini pula disemayamkan
keluarga Trah Berjan An Nawawi dan Trah Wakil Residen Bagelen Raden Tumenggung
Suronegoro. Komplek makam Bulus Hadi Purwo berada di bukit Bulus yang
berbentuk teras berundak.
Bagian paling depan berupa gapura
dengan tinggi sekitar enam meter bertuliskan Makam Keluarga Tjokronegoro Bupati I Purworejo. Dibelakangnya, halaman parkir yang cukup luas. Selanjutnya
adalah teras utama berupa undak-undakan yang menghubungkan ke bangunan transit
atau paseban. Di teras pertama terdapat bangunan joglo yang berfungsi sebagai
bangunan transit. Masih di teras pertama, terdapat makam Cokronegoro III beserta garwo.
Disebelah selatannya adalah makam
RT Suronegoro berserta kerandahnya. Pada teras ke dua adalah
makam Trah Berjan An Nawawi. Sementara pada teras ke tiga atau paling atas adalah
makam KRT Prawironegoro dan RAA Cokronegoro I. KRT Prawironegoro
adalah mantan Wedono Jenar yang juga
adik bungsu RAA Cokronegoro I. Baik RAA Cokronegoro I dan KRT Prwironegoro yang
sudah meninggal terlebih dulu dimakamkan dalam satu liang lahat.
Cokronegoro I wafat pada 23 September
1862 di usia 83 tahun. Bangunan makam utama ini
berbentuk limasan. Di atas pintu gapura makam utama sebelah luar terdapat
tulisan dengan angka 1835. Sementara
pada bagian sisi dalam pintu gapura bertulisan angka 2002. Komplek makam Bulus Hadi Purwo dikelilingi pagar tembok.
Pintu gerbang dinaungi atap berbentuk limasan yang ditopang dua kolom persegi
dengan daun pintu kupu tarung panil kayu.
Di halaman makam utama terdapat
makam Cokronegoro IV yang dulu
dimakamkan di Lempuyangan, Yogyakarta.
Pemindahaan makam Cokronegoro IV dari Yogyakarta ke Makam Bulus Hadi Purwo pada
tahun 2003. Di area itu juga terdapat makam Jayeng Kewuh, pembantu setia Cokronegoro I yang dulu diangkat
sebagai glondhong Desa Sucen seumur
hidup.
Khusus makam Cokronegoro I
dinaungi cungkup bentuk limasan berdinding kawat ram dengan pintu kupu tarung
panil ram. Bangunan cungkup dilapisi kain kelambu warna putih. Nisan berbentuk
lingga warna hitam kuning dengan motif tumpal berdiameter 18 – 52 cm, jirat persegi warna hitam dan diatasnya terdapat
tulisan warna kuning.
Jirat nisan tersebut terbuat dari
batu hitam. Di atas jirat terdapat tulisan dengan huruf Jawa “Kanjeng
Rahaden Hadipati Cokronagoro” dan tahun dengan angka Jawa 17 – 73. Terdapat pula tulisan dengan
huruf pegon “Lailahaillalla Muhammad
Rasululloh” yang tertera di antara dua nisan. Sejajar dengan nisan
terdapat tulisan huruf pegon yang berbunyi “Hijrah dzulhijah awal”
Di sebelah kiri terdapat makam garwo padmi Cokronegoro I, yaitu Bendara Raden Ayu Tumenggung Cokronegoro I,
Ibu Cokronegoro I, dan garwo selir. Untuk makam garwo selir
dinaungi cungkup bentuk kerucut, dinding ram kawat dan pintu panil ram kawat.
Di sebelah kanan terdapat makam Raden
Tumenggung Suronegoro dan garwo selir dari Kaligesing. Selain itu juga masih ada sejumlah makam kerabat
Cokronegoro I.
Makam Kayu Lawang
Makam Kayu Lawang adalah makam
Cokronegoro II yang terletak di bukit
Kayu Lawang, Desa Mudal, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Luas
bangunan 54 meter persegi, bagian
depan makam merupakan halaman parkir. Akses jalan untuk menuju ke makam
Cokronegoro II berupa jalan setapak yang sudah dipasangi paving.
Bagian depan sebelah barat jalan
setapak terdapat komplek makam
kepatihan. Lokasinya dibatasi pagar tembok setengah dinding dengan pintu
gerbang bagian selatan. Dibagian belakang komplek makam ada satu unit bangunan.
Di dalam komplek makam tersebut terdapat sejumlah makam dengan nisan dari batu
denga bentuk beraneka ragam.
Di sebelah tenggara makam
Cokronegoro II ada cungkup makam Penghulu
Landrat Baedowi, almrhum adalah salah seorang tokoh yang menjadi Pendiri Masjid Agung atau Masjid Darul Muttaqin Kabupaten
Purworejo. Disebelah timur makam Cokronegoro II ada makam para selir dan para Krandah Cokronegoro. Cokronegoro II
adalah putra nomor dua dari Cokronegoro I. Tidak diketahui pasti kenapa
makamnya terpisah dari makam ayahnya. Yang jelas, makam Kayu Lawang dibangun
sebelum Cokronegoro II meninggal dunia.
Pendopo Kabupaten Purworejo
Pada saat berlangsung pembangunan
Masjid Agung Purworejo, RAA Cokronegoro I masih bertempat tinggal di rumah
pendopo yang lama. Yaitu rumah yang semula jadi Katemenggungan Brengkelan (Tanggung). Karena kayu jati Pendhowo jumlahnya
sangat banyak, maka setelah selesai pembangunan Masjid Agung kemudian kayu-kayu
tersebut digunakan untuk membangun Pendopo Kabupaten.
Berdasarkan naskah Bappeda Purworejo, Pendopo Kabupaten dibangun tahun 1840. Setelah Pendopo Kabupaten
dibangun, rumah pendopo yang lama diwariskan kepada menantunya dan kemudian di
pindah ke Kampung Suronegaran. Pendopo Kabupaten yang lama kini bisa dilihat di
Hotel Suronegaran Purworejo.
Tentu saja setelah sebelumnya
dilakukan perbaikan lantaran pendopo tersebut sempat terbekelai puluhan tahun
tidak terurus. Pendopo lama yang berukuran 12 X 12 dan berbentuk joglo tersebut
juga terbuat dari kayu jati, hanya saja tidak jelas asal usul kayu jati itu. Joglo
Pendopo Kabupaten Purworejo memang mirip dengan bangunan Pendopo Kraton
Surakarta. Berdiri diatas tanah seluas 240 x 260 meter.
Letaknya berada di sebelah utara
alun-alun, dengan orientasi arah selatan. Sebelah depan berhalaman luas,
dibatasi pagar tembok setengah dinding dengan gapura joglo ditengahnya. Secara
umum bangunan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan pendopo dengan
bangtunan induk yang dihubungkan dengan selasar atau galery.
Pendopo kabupaten Purworejo merupakan bangunan
terbuka tanpa dinding. Saat sekarang atap joglo sudah ditutup dengan genteng plenthong
kodhok. Lantainya cukup tinggi dibanding tanah dengan tiga trap undhakan dan
sudah dipasang tegel. Atap utama ditopang oleh empat soko guru, 12 soko rowo
dan 20 sosko emper dari kayu jati persegi serta soko goco yang terbuat dari
besi. Siko guru dihiasi dengan ornamen warna emas, berdiri diatas umpak batu
dengan mustaka melebar yang dihiasi dengan motif daun.
Baik soko emper maupun soko rowo
dihubungkan dengan balok gantung. Pada pertemuan soko rowo dan murplat dihiasi
ornamen yang sekarang dicat warna emas. Pada sisi utara dan sebagian sisi timur
serta barat terdapat pagar kayu berornamen. Bangunan induk atau rumah dinas
bupati, merupakan bangunan tempat tinggal bupati. Bangunan ini dihubungkan
dengan selasar, atap pelana ditutup dengan genteng yang ditopang dengan empat
buah kolom kayu persegi.
Bangunan induk bentuknya persegi
panjang dengan atap limasan majemuk. Bangunan induk dibatasi dinding tembok.
Rumah dinas bupati mempunyai arti filosofis Kraton Surakarta. Sumbu imaginer “utara-selatan” menghadap
selatan berarti menghadap Laut Kidul tempat bersemayamnya Nyai Roro Kidul yang
dipercaya orang Jawa sebagai penguasa Laut Kidul.
Selain itu dengan menghadap
selatan supaya tidak membelakangi Kraton Surakarta. Integritas langgam
merupakan perpaduan antara gaya tradisional
dengan gaya Indsche Architecture.
Menurut sejarah politik, pada
masa itu sudah terjadi pergeseran pola tata kuno yang dikembangkan oleh
kerajaan. Terjadinya pergeseran karena adanya kepentingan kerajaan dan
kepentingan kolonial.
Kediaman penguasa kolonial berada di sebelah selatan
alun-alun menghadap utara. Sementara penguasa kerajaan di sebelah utara
alun-alun menghadap selatan. Posisi tersebut bertujuan agar penguasa kolonial
selalu bisa melakukan kontrol terhadap penguasa kerajaan. Pendhopo yang
dibangun oleh Cokronegoro I itu kemudian dipugar oleh Cokronegoro II pada tahun
1891 sampai 1892. Hal itu ditunjukkan dengan candra sengkala : Wiku Wiwara Sarira Tunggal (1891) dan
selesai dengan candra sengkala Nambah
Trus Murti Ningrat (1892). Sampai sekarang Pendopo Kabupaten Purworejo
warisan Cokronegoro I tersebut masih berdiri kokoh.
Langganan:
Postingan (Atom)