Rabu, 22 Februari 2012

Lebih Dekat Dengan Haji Raden Budi Sarjono, BRE


Haji Raden (HR) Budi Sarjono adalah trah keluarga besar Singowijayan. Sejak tahun 1987 HR Budi Sarjono dipercaya sebagai Ketua Pemelihara Makam para leluhur. Baik Makam Bulus Hadi Purwo, Makam Kayu Lawang, maupun Makam Raden Bei Singowijoyo di Desa Bragolan. 

Semua makam tersebut berada di Kabupaten Purworejo. Sementara di Semarang, semenjak tahun 1986 juga dipercaya sebagai Ketua Paguyuban Trah Singowijayan Kodya Semarang sampai sekarang. HR Budi Sarjono merupakan putra ke dua dari keluarga Raden Sukarso.

Dalam silsilah keluarga masih canggah RAA Cokronegoro I dan Raden Tumenggung Prawironagoro. HR Budi Sarjono BRE lahir di Temanggung tanggal 6 Nopember 1936, waktu itu ayahnya bertugas menjadi Mantri Kabupaten Temanggung. Tahun 1950, HR Budi Sarjono lulus Sekolah Rakyat (SR) di Tegal karena waktu itu ayahnya bertugas di Tegal.

Tahun 1954 lulus SMP Taman Siswa di Jakarta dan lulus STM Negeri I Pembangunan tahun 1958 di Semarang. Setamat dari STM HR Budi Sarjono BRE melanjutkan ke Akademi Pekerjaan Umum di Bandung dan seselesai tahun 1962. Pada tahun 1963 HR Budi Sarjono BRE bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Barat.

Tahun 1964 sampai 1968 menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Sanggau, Kalimantan Barat. Tahun 1972 hingga tahun 1975 sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Seksi Singkawang, Kalimantan Barat. Tahun 1975 sampai tahun 1976 Dinas PU Bagian Jalan dan Jembatan. Tahun 1976 sampai tahun 1985 menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan di Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah di Semarang.

Tahun 1985 sampai 1986 menjabat Kepala Bagian Jembatan dan Jalan di Binamarga Pati. Tahun 1986 sampai tahun 1992 menjabat sebagai  Kepala Sub, Dinas Pekerjaan Umum Binamarga Kedu Selatan di Kutoarjo. Tahun 1993 HR Budi Sarjono BRE pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Setelah pensiun, HR Budi Sarjono BRE menekuni dunia usaha dengan mendirikan Hotel Suronegaran. Hotel Suronegaran dibangun diatas tanah warisan dengan memanfaatkan bekas bagunan pendopo Kabupaten Purworejo warisan dari RAA Cokronegoro I atau Bupati Purworejo I.

Di Hotel Suronegaran yang terletak di Jl Urip Sumoharjo No 47 Telp (0275) 322076 bangunan bekas pendopo yang diperkirakan umurnya sudah 200 tahun tersebut masih terlihat kokoh. Sebagai pengusaha hotel, tahun 1993 HR Budi Sarjono BRE kemudian masuk menjadi anggota  PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia). 

Kemudian pada tahun 1996 sampai tahun 2000 menjadi Wakil Ketua BPC PHRI Kabupaten Purworejo. Setelah itu tahun 2000 sampai 2003 menjadi Ketua BPC PHRI Kabupaten Purworejo. Tahun 2003 hingga sekarang HR Budi Sarjon BRE masih menjabat sebagai Ketua BPC PHRI Kabupaten Purworejo dan Korwil (Koordinator Wilayah) V Kedu. HR Budi sarjono BRE menikah dengan HJ, Siti Juwaidah dan dikaruniai Lima anak. Yakni Ir, R. Ay Herlian Primayanti BP, R. Dwiharyanto Budi P, SE, Ir. R. Triyadi Budi Harto, R. Budi Haryono SH, dan R. Bambang Budi Prayudi, S,Comp.

Ide dan alasan pembuatan blog ini untuk menyatukan keluarga atau Trah Singowijayan yang tersebar di berbagai daerah bahkan mancanegara. Karena itu melalui website ini nantinya para anggota keluarga atau trah bisa mengetahui jika salah seorang putra R.B. Singowijoyo yang bernama Raden Ngabei Rekso Diwiryo atau KRT Cokro Joyo atau RAA Cokronegoro I adalah pendiri Kabupaten Purworejo.

Almarhum yang memberi nama Purworejo dan beliau sekaligus bupati pertama Kabupaten Purworejo. Harapanya, website ini bisa menjadi dokumentasi keluarga Trah Singowijayan dimanapun berada. Sementara bagi masyarakat umum diharapkan mampu menjadi gambaran apa yang sebenarnya pernah terjadi di Kabupaten Purworejo pada masa lalu. 

Tak perlu ada penghargaan terhadap leluhurnya. Sejarah sudah memberi harga tersendiri. Harga yang sangat mahal berkat perjuangan kerasnya di masa hidup lamarhum. Hasil karya Cokronegoro I sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Hal itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi Trah Singowijayan. 

Sekedar catatan dalam lembar kertas bisa terhapus, sekedar keputusan bisa berubah. Tetapi karya monumental tetap berdiri tegak dan karya-karyanya itu tetap dimanfaatkan orang banyak. Semoga website ini bisa menjadi dokumentasi bagi anggota Trah Singowijayan dan bagi siapa saja yang mau dan ingin mengerti mengenai kebenaran sejarah.



Bangunan-Bangunan Bersejarah Yang Dibuat Selama Masa Pemerintahaan RAA Cokronagoro I sampai RAA Cokronagoro IV 1831 – 1919


Disamping bangunan bersejarah hasil karya Cokronagoro I seperti Pendhopo dan Rumah Dinas Bupati Purworejo, Masjid Agung atau Masjid Darul Muttaqin, Bedhug Pendhowo atau Bedhug Kyai Bagelen, dan Salran Irigasi Kedung Putri, ternyata masih banyak bangunan lainya yang diprakarsai bupati maupun institusi lain yang dibangun di Purworejo selama periode pemerintahaan Keluarga Cokronagoro. Banguan tersebut adalah :

1.       Sekolah Inlandsche School, yaitu sekolah khusus untuk orang pribumi yang dibangun pada tahun 1825 terletak di sebelah timur alun-alun Purworejo. Setelah sekolah itu didirikan ternyata banyak peminatnya sehingga dibagi menjadi dua sekolahaan. Sekolah itu kemudian bernama konroliran dengan mata pelajaran yang diajarkan meliputi Ilmu Buni, Ilmu Ukur,berhitung dan menulis Jawa. Sekolah tersebut sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri Purworejo 1 dan 2. Terletak di Kampung Plaosan atau tepatnya di JL. Urip Sumoharjo 18.

2.       Sekolah ELS (Europesche Lagere School). Sekolah ini khusus untuk anak Eropa, utamanya Belanda. Didirikan pada tahun 1917 terletak 500 meter ke arah timur dari alun-alun Purworejo atau tepatnya sekarang di JL A. Yani. Bangunan sekolah tersebut berdiri di atas tanah seluas 6.500 meter persegi. Pada tanggal 17 Agustus 1946, atau setahun setelah Indonesia merdeka sekolah tersebut ditutup. Namun pada tanggal 1 September 1947 tempat itu digunakan lagi untuk kegiatan pendidikan dan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekarang sekolah tersebut menjadi SMP Negeri 2 Purworejo yang terletak di JL A. Yani No. 6.

3.       Pada tahun 1919, Yayasan PSSK (Perkumpulan Sekolah-Sekolah Kristen) mendirikan bangunan sekolah yang jaraknya juga sekitar 500 meter dari alun-alun Purworejo sebelah utara. Sekolah yang didirikan PSSK adalah MULO (Meer Ultgebreld Lager Onderwijs). Yaitu sekolah setingkat SMP dengan pengantar  menggunakan Bahasa Belanda. Ketika Jepang masuk (1942) sampai 1949, sekolah tersebut dikosongkan. Setelah itu dibukla lagi menjadi SGB (Sekolah Guru Bantu), setingkat SMP tapi khusus dipersiapkan untuk menjadi guru. Sejak tahun 1961 berubah menjadi SMP hingga sekarang. Setelah aemua aset milik Yayasan PSSK dibeli pemerintah Kabupaten, sekolah tersebut kini menjadi SMP Negeri 4 Purworejo yang terletak di JL. Urip Sumoharjo No. 62.

4.       Sekolah HKS (Hooger Kweek School), yaitu sekolah persiapan menjadi guru. HKS hanya berlangsung sampai tahun 1928. Dari tahun 1942-1945 menjadi Sekolah Pendidikan Negeri Jaman Belanda. 1945-1949 menjadi Sekolah Pendidikan Negeri Jaman Jepang. 1950-1961 menjadi SGB (Sekolah Guru Bantu). 1958-1968 menjadi SGA (Sekolah Guru Atas). 1968-1991 menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Mulai tahun 1991 sampai sekarang menjadi SMA (Sekolah Menengah Atas). Sekarang sekolah tersebut bernama SMA Negeri 7 Purworejo yang tereletak di JL. Mangunsarkoro No. 1.

5.       Rumah Sakit untuk militer (Militair Hospital) yang dulu dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Rumah Sakit ini hanya untuk keluarga militer saja. Sekarang Miltair Hospital menjadi Rumah Sakit DKT (Dinas Kesehatan Tentara) yang terletak di JL Letjend Suparto

6.       Asrama Kedung Kebo, dibangun tahun 1829 sebagai benteng Belanda dalam menghadapi perjuangan Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1848 sampai 1859 pernah dijadikan tempat pendidikan militer atau Sekolah Militer. Tetapi akibat hujan deras benteng itu runtuh sehingga Sekolah Militer dipindah ke Gombong (Kebumen). Pada tahun 1917 benteng tersebut diperbaiki. Sekarang benteng tersebut menjadi Kompleks Asrama Yonif 412 Raider Kostrad yang terletak di JL. Kesatrian.
















7.       Pasar Baledono, dibangun pada tahun 1910. Pasar tradisional tersebut sangat diminati oleh etnis Cina. Pasar Baledono menjadi pusat perdagangan terbesar di Purworejo. Pasar Baledono terletak di Kelurahaan Baledono, Kecamatan Purworejo  atau di JL. A.Yani.





Makam Bulus Hadi Purwo


Makam Bulus Hadi Purwo terletak di Dukuh Bulus Krajan, Desa Bulus, Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo. Berjarak sekitar lima kilometer dari pusat kota Purworejo. Komplek Makam Bulus Hadi Purwo merupakan salah satu bangunan bersejarah yang hingga kini masih dijaga kelestariannya. Makam ini sering diziarahi oleh para petinggi Kabupaten Purworejo

Sayangnya para pejabat tersebut sangat naif sehingga tidak mengakui bahwa jasad yang disemayamkan di makam itu adalah leluhur yang membangun Purworejo. Di komplek makam ini pula disemayamkan keluarga Trah Berjan An Nawawi dan Trah Wakil Residen Bagelen Raden Tumenggung Suronegoro. Komplek makam Bulus Hadi Purwo berada di bukit Bulus yang berbentuk teras berundak

Bagian paling depan berupa gapura dengan tinggi sekitar enam meter bertuliskan Makam Keluarga Tjokronegoro Bupati I Purworejo. Dibelakangnya,  halaman parkir yang cukup luas. Selanjutnya adalah teras utama berupa undak-undakan yang menghubungkan ke bangunan transit atau paseban. Di teras pertama terdapat bangunan joglo yang berfungsi sebagai bangunan transit. Masih di teras pertama, terdapat makam Cokronegoro III beserta garwo

Disebelah selatannya adalah makam RT Suronegoro berserta kerandahnya. Pada teras ke dua adalah makam Trah Berjan An Nawawi. Sementara pada teras ke tiga atau paling atas adalah makam KRT Prawironegoro dan RAA Cokronegoro I. KRT Prawironegoro adalah mantan Wedono Jenar yang juga adik bungsu RAA Cokronegoro I. Baik RAA Cokronegoro I dan KRT Prwironegoro yang sudah meninggal terlebih dulu dimakamkan dalam satu liang lahat. 

Cokronegoro I wafat pada 23 September 1862 di usia 83 tahun. Bangunan makam utama ini berbentuk limasan. Di atas pintu gapura makam utama sebelah luar terdapat tulisan dengan angka 1835. Sementara pada bagian sisi dalam pintu gapura bertulisan angka 2002. Komplek makam Bulus Hadi Purwo dikelilingi pagar tembok. Pintu gerbang dinaungi atap berbentuk limasan yang ditopang dua kolom persegi dengan daun pintu kupu tarung panil kayu.
 
Di halaman makam utama terdapat makam Cokronegoro IV yang dulu dimakamkan di Lempuyangan, Yogyakarta. Pemindahaan makam Cokronegoro IV dari Yogyakarta ke Makam Bulus Hadi Purwo pada tahun 2003. Di area itu juga terdapat makam Jayeng Kewuh, pembantu setia Cokronegoro I yang dulu diangkat sebagai glondhong Desa Sucen seumur hidup.
Khusus makam Cokronegoro I dinaungi cungkup bentuk limasan berdinding kawat ram dengan pintu kupu tarung panil ram. Bangunan cungkup dilapisi kain kelambu warna putih. Nisan berbentuk lingga warna hitam kuning dengan motif tumpal berdiameter 18 – 52 cm, jirat persegi warna hitam dan diatasnya terdapat tulisan warna kuning. 

Jirat nisan tersebut terbuat dari batu hitam. Di atas jirat terdapat tulisan dengan huruf Jawa “Kanjeng Rahaden Hadipati Cokronagoro” dan tahun dengan angka Jawa 17 – 73. Terdapat pula tulisan dengan huruf pegon “Lailahaillalla Muhammad Rasululloh” yang tertera di antara dua nisan. Sejajar dengan nisan terdapat tulisan huruf pegon yang berbunyi “Hijrah dzulhijah awal”
 
Di sebelah kiri terdapat makam garwo padmi Cokronegoro I, yaitu Bendara Raden Ayu Tumenggung Cokronegoro I, Ibu Cokronegoro I, dan garwo selir. Untuk makam garwo selir dinaungi cungkup bentuk kerucut, dinding ram kawat dan pintu panil ram kawat. Di sebelah kanan terdapat makam Raden Tumenggung Suronegoro dan garwo selir dari Kaligesing. Selain itu juga masih ada sejumlah makam kerabat Cokronegoro I.

Makam Kayu Lawang


Makam Kayu Lawang adalah makam Cokronegoro II yang terletak di bukit Kayu Lawang, Desa Mudal, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Luas bangunan 54 meter persegi, bagian depan makam merupakan halaman parkir. Akses jalan untuk menuju ke makam Cokronegoro II berupa jalan setapak yang sudah dipasangi paving. 

Bagian depan sebelah barat jalan setapak terdapat komplek makam kepatihan. Lokasinya dibatasi pagar tembok setengah dinding dengan pintu gerbang bagian selatan. Dibagian belakang komplek makam ada satu unit bangunan. Di dalam komplek makam tersebut terdapat sejumlah makam dengan nisan dari batu denga bentuk beraneka ragam. 

Di sebelah tenggara makam Cokronegoro II ada cungkup makam Penghulu Landrat Baedowi, almrhum adalah salah seorang tokoh yang menjadi Pendiri Masjid Agung atau Masjid Darul Muttaqin Kabupaten Purworejo. Disebelah timur makam Cokronegoro II ada makam para selir dan para Krandah Cokronegoro. Cokronegoro II adalah putra nomor dua dari Cokronegoro I. Tidak diketahui pasti kenapa makamnya terpisah dari makam ayahnya. Yang jelas, makam Kayu Lawang dibangun sebelum Cokronegoro II meninggal dunia.

Pendopo Kabupaten Purworejo


Pada saat berlangsung pembangunan Masjid Agung Purworejo, RAA Cokronegoro I masih bertempat tinggal di rumah pendopo yang lama. Yaitu rumah yang semula jadi Katemenggungan Brengkelan (Tanggung). Karena kayu jati Pendhowo jumlahnya sangat banyak, maka setelah selesai pembangunan Masjid Agung kemudian kayu-kayu tersebut digunakan untuk membangun Pendopo Kabupaten.

Berdasarkan naskah Bappeda Purworejo, Pendopo Kabupaten dibangun tahun 1840. Setelah Pendopo Kabupaten dibangun, rumah pendopo yang lama diwariskan kepada menantunya dan kemudian di pindah ke Kampung Suronegaran. Pendopo Kabupaten yang lama kini bisa dilihat di Hotel Suronegaran Purworejo. 

Tentu saja setelah sebelumnya dilakukan perbaikan lantaran pendopo tersebut sempat terbekelai puluhan tahun tidak terurus. Pendopo lama yang berukuran 12 X 12 dan berbentuk joglo tersebut juga terbuat dari kayu jati, hanya saja tidak jelas asal usul kayu jati itu. Joglo Pendopo Kabupaten Purworejo memang mirip dengan bangunan Pendopo Kraton Surakarta. Berdiri diatas tanah seluas 240 x 260 meter. 

Letaknya berada di sebelah utara alun-alun, dengan orientasi arah selatan. Sebelah depan berhalaman luas, dibatasi pagar tembok setengah dinding dengan gapura joglo ditengahnya. Secara umum bangunan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan pendopo dengan bangtunan induk yang dihubungkan dengan selasar atau galery.

 Pendopo kabupaten Purworejo merupakan bangunan terbuka tanpa dinding. Saat sekarang atap joglo sudah ditutup dengan genteng plenthong kodhok. Lantainya cukup tinggi dibanding tanah dengan tiga trap undhakan dan sudah dipasang tegel. Atap utama ditopang oleh empat soko guru, 12 soko rowo dan 20 sosko emper dari kayu jati persegi serta soko goco yang terbuat dari besi. Siko guru dihiasi dengan ornamen warna emas, berdiri diatas umpak batu dengan mustaka melebar yang dihiasi dengan motif daun. 

Baik soko emper maupun soko rowo dihubungkan dengan balok gantung. Pada pertemuan soko rowo dan murplat dihiasi ornamen yang sekarang dicat warna emas. Pada sisi utara dan sebagian sisi timur serta barat terdapat pagar kayu berornamen. Bangunan induk atau rumah dinas bupati, merupakan bangunan tempat tinggal bupati. Bangunan ini dihubungkan dengan selasar, atap pelana ditutup dengan genteng yang ditopang dengan empat buah kolom kayu persegi.
Bangunan induk bentuknya persegi panjang dengan atap limasan majemuk. Bangunan induk dibatasi dinding tembok. Rumah dinas bupati mempunyai arti filosofis Kraton Surakarta. Sumbu imaginer “utara-selatan” menghadap selatan berarti menghadap Laut Kidul tempat bersemayamnya Nyai Roro Kidul yang dipercaya orang Jawa sebagai penguasa Laut Kidul.

Selain itu dengan menghadap selatan supaya tidak membelakangi Kraton Surakarta. Integritas langgam merupakan perpaduan antara gaya tradisional dengan gaya Indsche Architecture.
Menurut sejarah politik, pada masa itu sudah terjadi pergeseran pola tata kuno yang dikembangkan oleh kerajaan. Terjadinya pergeseran karena adanya kepentingan kerajaan dan kepentingan kolonial. 

Kediaman penguasa kolonial berada di sebelah selatan alun-alun menghadap utara. Sementara penguasa kerajaan di sebelah utara alun-alun menghadap selatan. Posisi tersebut bertujuan agar penguasa kolonial selalu bisa melakukan kontrol terhadap penguasa kerajaan. Pendhopo yang dibangun oleh Cokronegoro I itu kemudian dipugar oleh Cokronegoro II pada tahun 1891 sampai 1892. Hal itu ditunjukkan dengan candra sengkala : Wiku Wiwara Sarira Tunggal (1891) dan selesai dengan candra sengkala Nambah Trus Murti Ningrat (1892). Sampai sekarang Pendopo Kabupaten Purworejo warisan Cokronegoro I tersebut masih berdiri kokoh.